dibuat oleh

Texts

Text Widget

Footer Widget 3

Blogger Tricks

Blogger Themes

Recent Post

Pages

Powered By Blogger

Footer Widget 2

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

RSS

sumber aqidah islam



Judul:
SUMBER AQIDAH & HUKUM ISLAM
Penulis:
Al-Ustadz Abu Isma’il Muslim Atsari
(Pimpinan Ma’had Ibnu Abbas As-Salafy, Sragen)
Sumber:
Buletin Dakwah Nurussunnah, Sragen
(Edisi 02/ I/ Dzulhijjah/ 1425 H – Januari/ 2005 M)
Layout & Desain:
Amir Aboe Zayd el-Posowy
[Disebarkan dalam bentuk ebook oleh Aboe Zayd]
Sumber aqidah (keyakinan) dan hukum agama
Islam adalah Al-Kitab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah (Al-
Hadits). Keduanya merupakan wahyu Allah kepada Nabi
Muhammad. Di sini akan kita bawakan pokok-pokok
penting yang berkaitan dengan perkara ini:
1. Kewajiban mengikuti wahyu yang Allah
turunkan (Al-Kitab dan As-Sunnah)
“Dan Al-Quran itu adalah Kitab yang kami turunkan yang
diberkati, Maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi
rahmat.” (Al-An’am: 155)
Imam Ibnu Katsir berkata pada tafsir ayat ini: “Di
dalam firman-Nya ini terdapat ajakan untuk mengikuti Al-
Qur’an. Allah mendorong hamba-hamba-Nya terhadap
kitab-Nya, memerintahkan mereka untuk
merenungkanya, mengamalkannya, dan
mendakwahkannya. Dia menyifati kitab-Nya dengan
berkah (kebaikan yang banyak) di dunia dan di akhirat
bagi orang yang mengikutinya dan mengamalkanya,
karena sesungguhnya Al-Qur’an itu tali Allah yang
kokoh.” (Tafsir Ibnu Katsir surat Al-An’am: 155)
2
Ketika ditanyakan: kita wajib mengikuti Al-Qur’an,
otomatis juga mengikuti As-Sunnah. Demikian juga jika
dikatakan: kita wajib mengikuti As-Sunnah, otomatis juga
mengikuti Al-Qur’an. Karena keduanya saling berkaitan,
tidak dapat dipisahkan.
2. Shiraathal Mustaqiim (jalan yang lurus) adalah
mengikuti wahyu (Al-Qur’an dan As-Sunnah)
“Maka berpegang teguhlah kepada yang telah iwahyukan
kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang
lurus.”
( Az-Zukhruf: 43)
Imam Ibnu Katsir berkata pada tahsir ayat ini:
“Yaitu, peganglah Al-Qur’an yang diturunkan ke dalam
hatimu, karena sesungguhnya ia adalah al-haq, dan apa
yang ditunjukkan olehnya adalah al-haq, yang membawa
kepada jalan Allah yang lurus, yang menhantarkan
menuju surga-surga penuh kenikmatan dan kebaikan
yang kekal abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir surat Az-Zukhruf:
43)
Oleh karena kitab Allah adalah kebenaran, maka
dengannya Allah mengeluarkan manusia dari berbagai
3
macam kegelapan menuju cahaya. Kegelapan kekafiran,
bid’ah, maksiat, kebodohan, dan kelalaian, menuju
cahaya iman, sunnah, ketaatan, ilmu,dan dzikir.
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan
Kitab yang menerangkan. Dengan Kitab itulah Allah
menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke
jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada
cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan
menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (Al-Maidah: 15-16)
4
3. Mengikuti wahyu (Al-Kitab dan As-Sunnah)
cukup bagi orang-orang yang beriman.
Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat
bagi orang-orang yang berserah diri.” (An-Nahl: 89)
Imam Ibnu katsir berkata pada tafsir ayat ini:
“Sesungguhnya al-Qur’an memuat segala ilmu yang
bermanfaat, memuat berita yang telah terjadi dan ilmu
yang akan terjadi, dan memuat segala yang halal dan
yang haram,dan segala yang dibutuhkan oleh menusia di
dalam urusan dunia mereka, agama, kehidupan, dan
akhirat. Dan petunjuk terhadap hati, serta rahmat dan
kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
(Tafsir Ibnu Katsir surat An-Nahl: 89)
Karena petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah telah
lengkap, agama ini telah sempurna, maka merupakan
perkara wajar, bahkan wajib untuk mencukupkan diri
denagn agama ini, tanpa mengikuti selainnya.
5
Dan sesungguhnya, berpagang kepada Al-Qur’an
dan As-Sunnah merupakan jaminan dari kesesatan. Nabi
bersabda:
تكت فیكم أمرین لن تضلّوا ما تما سكتم بھما: كتابا وسنّة
رسولھ
“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak
akan sesat selama berpegang kepada keduanya: kitab Allah
dan sunnah rasul-Nya.” (H.R. Malik dan lainya, hadits shahih
lighairihi)
4. Larangan mengikuti selain wahyu
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan
janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya.
Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).”
(Al-A’raf:3)
Imam Ibnu Katsir berkata pada tafsir ayat ini:
“(Ikutilah apa yang diturunkan kepada Rabbmu) yaitu:
ikutilah peninggalan-peninggalan nabi yang ummi, yang
dating kepada kamu membawa kitab (Al-Qur’an) yang
telah diturunkan kepada kamu dari Penguasa dan
Pemilik segala sesuatu. (Dan janganlah kamu mengikuti
6
pemimpin-pemimpin selain-Nya) yaitu janganlah kamu
keluar dari apa yang dibawa oleh rasul kepada kamu
menuju selain-Nya, sehingga kamu menyimpang dari
hukum Allah menuju hukum selain-Nya.” (Tafsir Ibnu
Katsir surat Al-A’raf: 3)
Setelah kita mengetahui keterangan di atas, maka
kita dapatkan banyak di antara umat Islam yang
terjerumus ke dalam bid’ah atau terpengaruh pemikiran
bid’ah, berpedoman terhadap hal-hal yang tidak
dibenarkan oleh agama.
¯ Sebagian mereka menjadikan akal dan logika
sebagai sumber aqidah dan hukum.
Mereka menempatkan akal manusia yang terbatas
di atas wahyu Allah, sehingga mereka meninggalkan
wahyu dengan alas an logika dan akal. Padahal, wahyu
adalah kebenaran mutlak sedangkan akal manusia
terbatas. Allah berfirman:
“Kebatilan tidak dating kepadanya (Al-Qur’an) baik dari
depan maupun dari belakang. (Al-Qur’an) diturunkan dari
7
(Rabb) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (
Fushshilat:42)
Dengan tegas allah menyetakan bahwa kitab-Nya
tidak di datangi oleh kebatilan, baik di saat
diturunkannya, atau sesudahnya. Kebathilan maknanya
adalah kedustaan atau kesia-siaan. Kemudian akal siapa
yang dipakai ukuran untuk menolak wahtu? Kalau
akalorang kafir, seperti Iblis, Fir’aun, Abu Lahab, atau
Abu jahal, maka wajar mereka menolak wahyu, karena
memang mereka orang-orang kafir. Namun, jika yang
dipakai adalah akal Abu Bakar, Umar bin Khoththob,
Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, pastilah akal mereka
ini menerima wahyu, meyakininya dengan tanpa
keraguan.
¯ Sebagian mereka menjadikan perkataan imamimam
(tokoh-tokoh) yang dianggap maksum sebagai
sumber aqidah.
Padahal, tidak ada yang maksum dikalangan umat
ini setelah Nabi Muhammad. Sehingga, perkataan
siapapun selain Rasulullah dapat diterima atau ditolak,
ilihat dari kebenaran. Ibnu Abbas berkata: ”Tidak ada
seorangpun kecuali perkataannya diambil atau ditolak,
selain nabi.” (H.R. Thabrani, di dalam Mu’jamul Kabir, no.
8
11941). Maknanya bahwa perkataan Nabi Muhammad
semuanya wajib diterima, adapun perkataan selainnya,
dapat diterima atau ditolak dilihat dari kebenaran.
Kemudian perkataan Ibnu Abbas tersebut diambil oleh
Mujahid, kemudian diwarisi oleh Imam Malik, sehingga
menjadi terkenal oleh beliau. Demikian juga perkataan ini
diwarisi oleh Imam Ahmad bin Hambal.
¯ Sebagian mereka menjadikan perasaan, mimpi,
hikayat, dan kasyf (menyingkap perkara ghaib)
sebagai sumber aqidah.
Padahal semua perkara ini tidak ada jaminan
kebenarannya, sehingga tidak boleh dijadikan sebagai
seumber aqidah.
¯ Sebagian mereka menjadikan hadits-hadits
lemah dan palsu sebagai sumber agama. Maka
sesungguhnya, sikap mereka itu telah menyimpang dari
ajaran Islam yang sebenarnya.
9
Semoga tulisan ringkas ini mengingatkan umat
Islam untuk kembali kepada sumber agama yang haq
(benar), dan meninggalkan berbagai penyimpangan yang
ada.
Wallahul-Musta’an.
Disusun Oleh Abu Isma’il Muslim Atsari
Disadur dari Buletin Dakwah Nurussunnah, Yayasan Ibnu
Abbas, Sragen. Edisi 02/ I/ Dzulhijjah/ 1425 H – Januari/
2005 M
Disalin ulang oleh Amir Abu Zayd
http://salafiyunpad.wordpress.com
SERIAL BUKU ISLAM #2
-040108-

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar